1 Perbedaan Warna. Seragam sekolah dan seragam pramuka memiliki perbedaan pada warna. Umumnya, kemeja seragam sekolah berwarna putih, sedangkan pada bagian bawah yakni rok atau celananya sesuai dengan jenjang sekolahnya seperti warna merah, biru tua, atau abu-abu. Warnaindigo atau nila ataupun spektral indigo adalah warna pada spektrum yang panjang gelombangnya antara 450 dan 420 nanometer, terletak di antara biru dan violet. Kata "indigo" berasal dari nama tumbuhan dari genus Indigofera (terutama tarum, I. tinctoria) yang digunakan sebagai pewarna pakaian.Warna ini adalah salah satu dari tujuh Mantramenghanturkan segehan sama dengan mantra yajna sesa yaitu menggunakan mantra sebagai berikut: "Om Sarva Bhuta Suka . Prtebhyah Svaha". Titib (1996:689) Menjelaskan Beberapa Jenis Mantra Makan Dalam Ajaran Agama Hindu Diantaranya Adalah Sebagai Berikut: "Mantra Makan Diucapkan Sebelum Menikmati Makanan. Om Annapate Annasya, No Berikutini 14 jenis kain ulos dan maknanya: 1. Ulos Ragi Hotang. Ulos Ragi Hotang biasanya digunakan pada waktu pesta atau diberikan kepada sepasang pengantin yang baru menikah. Harapannya agar keduanya memiliki ikatan batin. 2. Ulos Sibolang. Ulos Sibolang biasanya digunakan pada saat duka. Mengenal3 Jenis Antrian dan Maknanya. Anda sudah mengerti alasan orang mengantri. Namun, Anda perlu mengetahui apa saja jenis antrian yang ada, dan apa artinya bagi Anda dan pelanggan. Berikut 3 jenis antrian dan maknanya. 1. Antrian Fisik. Ini adalah jenis antrian yang paling klasik. Saat Anda melihat antrean terbentuk di luar toko, Anda tahu 4amy1. Terkait menghaturkan segehan, tentunya terdapat berbagai ragam rupa, bentuk dan jenis-jenis akan dijelaskan ini adalah cara dasar yang universal untuk menghaturkan persembahan ke alam-alam bawah, yang dapat digunakan untuk menghaturkan berbagai jenis segehan [kecuali untuk segehan saiban karena caranya berbeda]. Caranya sebagai perlu diperhatikan bahwa, ketidak-tepatan yang sering terjadi dalammenghaturkan segehan adalah tidak memperhatikan arah pengider-ideran Panca Dewata yang tepat. Misalnya nasi warna putih pada segehan seharusnya di arah timur justru dipasang di arah barat. Padahal ketika kita menghaturkan segehan sangat penting untuk meletakkan posisi segehan pada pengiderideran yang tepat. Jangan diletakkan ngawur secara sembarangan, karena ini berkaitan dengan kekuatan suci Sanghyang Panca Dewata dan hal-hal lainnya. Sehingga segehan sebagai segel suci niskala ini nantinya kekuatannya benar-benar dapat seperti canang, segehan jika dihaturkan sesuai dengan pengider-ideran yang tepat, juga merupakan segel suci niskala yang memiliki kekuatan kerja-nya sendiri. Tapi kekuatan-nya akan lebih aktif jika kemudian segel suci niskala ini kita hidupkan dan gerakkan dengan kekuatan mantra-mantra suci, tirtha [air suci], dupa dan kekuatan sredaning manah [kejernihan dan kebaikan pikiran].Menghaturkan segehan harus diawali dengan niat sebagai belas kasih dan kebaikan kepada para mahluk-mahluk alam bawah dan dijalankan sebagai sebuah upaya untuk mengurangi kesengsaraan mereka. Pancarkan rasa belas kasih dari hati kita danpancarkan rasa damai dari upaya mahluk alam-alam bawah sebenarnya tidaklah jahat. Mereka menjadi berbahaya karena manusia takut, menghakimi atau tidak menyukai mereka. Ketakutan, penghakiman atau rasa tidak suka ini membuat adrenalin di dalam diri manusianaik, dimana adrenalin yang naik ini menghasilkan energi yang dirasakan oleh mahluk alam-alam bawah sebagai kekuatan yang hendak menyerang mereka. Itulah sesungguhnya yang menyebabkan mereka bawah menjadi garang atau menjadi penuh kasih sayang, semuanya tergantung pada apa yang kita lakukan. Jika kita garang, mereka akan menyerang. Tapi jika kita memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang, mereka akan menjadi penjaga yang sangat meyakinkan. Oleh karena itu, belajar memandang mahluk-mahlukbawah sebagai mahluk-mahluk menderita yang memerlukan pertolongan kita. Minimal setidaknya jangan berpikiran buruk pada mereka. Jauh lebih bagus lagi jika kita mendoakan mereka. Keberadaan mereka seperti siklus berputarnya bunga yang dapat berevolusi menjadi sampah dan sampah yang dapat berevolusi menjadi evolusi jiwa-jiwa dalam siklus samsara, sesuai akumulasi karma kita masing-masing. Yang kita sebut sebagai mahluk-mahluk alam bawah, sangat mungkin di kehidupan-kehidupan sebelumnya adalah sesama manusia, yang bahkan kita kenaldekat. Alam kegelapan adalah sisi sampah dari alam suci. Tanpa kegelapan tidak ada kesucian. Tapi hakikat di dalam semua makhluk adalah sama, yaitu menghadapi mereka, selalu dengan pikiran positif, tenang-seimbang, penuh belas kasih dan kebaikan. Lihatlah mereka bukan sebagai mahluk-mahluk jahat, melainkan sama seperti kita, yaitu makhluk yang sedang belajar berkembang menuju kesadaran ajaran dharma kita memberikan mereka persembahan, serta mendoakan mereka agar mereka damai dan bahagia. Ini merupakan bentuk belas kasih dan kebaikan kepada semua makhluk, sekaligus menebarkan energi keharmonisan dan kedamaian ke semua arah. Sebagai hasilnya, minimal setidaknya mereka tidak akan mengganggu apapun para mahluk bawah tersebut, teruslah melihat mereka mahluk-mahluk baik, yang karena berbagai sebab saat ini sedang mengalami kesengsaraan, sehingga sangat memerlukan kebaikan hati kita. Ini satu-satunya cara untuk merubah mereka agar menjadi mahluk baik. Begitu mereka menjadi mahluk baik mereka tidak saja tidak akan mengganggu kita, tapi sekaligus di dalam diri jiwa kita sendiri juga menjadi terang dan indah. Inilah urutan tata-cara dasar untuk menghaturkan persembahan segehan ke sor [kealam-alam bawah], sebagai berikut di bawah Segehan [Ke Alam Bawah]Langkah 1Cara menghaturkan segehan adalah dengan meletakkannya di natah [tanah, lantai], atau di bawah, yaitu di Ibu Pertiwi, jadi bukan diletakan pada palinggih. Saat meletakkan [menghaturkan] segehan, kita juga harus memperhatikan arah mataangin terkait pengider-ideran Panca Dewata dan tata letak warna-warni segel kosmik pada segehan yang sesuai [misalnya nasi warna putih pada segehan di arah timur].Pada waktu menghaturkan segehan hendaknya didampingi dengan menghaturkan canang. Canang ini berfungsi sebagai segel naungan kekuatan para Ista Dewata. Jangan lupa juga saat meletakkan [menghaturkan] canang ini memperhatikan arah mata angin terkait pengider-ideran Panca jika saat menghaturkan segehan tidak dapat kita dampingi dengan menghaturkan canang, maka selayaknya dalam ituk-ituk pada segehan kita isi dengan sedikit bunga. Bunga ini sama berfungsi sebagai segel naungan kekuatan para Ista Segehan [Ke Alam Bawah]Langkah 2Selipkan sebatang dupa pada segehan, atau kita tancapkan di tradisional, pada segehan juga dipergunakan api takep [dari dua buah sabut kelapa kering yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda silang tapak dara atau swastika].Tapi di jaman modern ini kita boleh cukup dengan menggunakan dupa saja, karena yang terpenting adalah kehadiran [atau api takep] adalah segel niskala untuk mengundang turunnya kehadiran Sanghyang Triyodasasaksi [tiga belas manifestasi Sanghyang Acintya] sebagai saksi semesta pelaksanaan sebuah yadnya, Sanghyang Agni sebagai penghantar yadnyadan Sanghyang Brahma sebagai penerang jiwa semua Segehan [Ke Alam Bawah]Langkah 3Kita lanjutkan dengan tabuhkan berem dan arak dengan disiratkan memutar mengelilingi segehan [dancanang] ke kiri atau berlawanan arah dengan jarum jam sebanyak 3 [tiga] kali. Memutar ke kiri adalah simbolik [segel niskala] dari kekuatan memutar ke arah bawah [turun], atau dihantarkan ke alam-alam ini kita lakukan sambil mengucapkanmantra “Om ibek segara, Om ibek danu, Om ibek banyu premananing hulun“Catatan Saat menyiratkan memutar ke kiri pertama ucapkan mantra “Om ibek segara”, menyiratkan memutar ke kiri kedua ucapkan mantra “Om ibek danu” danmenyiratkan memutar ke kiri ketiga ucapkan mantra “Om ibek banyu premananing hulun“.Menghaturkan Segehan [Ke Alam Bawah]Langkah 4Siratkan tirtha [air suci] sambil mengucapkan mantra “Ong Mang Parama-Shiwa amertha ya namah svaha“Menghaturkan Segehan [Ke Alam Bawah]Langkah 5Ayabang segehan dengan menggunakan tangan kanan. Jepit bunga dengan jari telunjuk dan jari tengah. Gerakan ngayabang harus lembut dan jelas, dari sisi luar belakang ke arah depan. Sambil mengucapkan mantra menghaturkan segehan dan menyomiakan sarwa bhuta, untuk pencapaian kebahagiaan dan bebasnya dari kesengsaraan darisarwa bhuta 2 [dua] pilihan mantra untuk memberikan persembahan segehan ke alam-alam bawah. Mantra yang mana saja boleh kita gunakan [ucapkan]. Yaitu sebagai pilihan pertama “Om Ang Kang Kasolkaya Isana wosat,Om swasti-swasti sarwa bhuta sarwa kala sukhapradana ya namah svaha,Om A Ta Sa Ba I sarwa butha sarwa kalamurswah wesat Ah Ang,Ong sah wesat ya namah svaha,Om shanti shanti shanti Om“Mantra pilihan kedua [lebih pendek] “Om Sa Ba Ta A I Panca Maha Bhuta ya namahsvaha,Om swasti-swasti sarwa bhuta sarwa kala sukhapradana ya namah svaha,Ong sah wesat ya namah svaha,Om shanti shanti shanti Om“Intisari dari makna 2 [dua] mantra tersebutadalah mendoakan mahluk-mahluk bawah agarmereka bahagia bebas Segehan [Ke Alam Bawah]Langkah 6Kemudian kita lakukan metabuh sekali lagi [metabuh kedua].Kita tabuhkan berem dan arak dengan disiratkan memutar mengelilingi segehan [dancanang] ke kanan atau searah dengan jarum jam sebanyak 3 [tiga] kali. Ini adalah memutar dengan arah yang sebaliknya dari metabuh yang ke kanan adalah kekuatan memutar ke arah atas [naik], atau mengangkat naik ke alam-alam suci. Ini disebut ngeluhur, yaitu kekuatan untuk menghantar naik ke alam-alam suci. Metabuh ini kita lakukan sambil mengucapkan mantra “Om ibek segara, Om ibek danu, Om ibek banyu premananing hulun“Catatan Saat menyiratkan memutar ke kanan pertama ucapkan mantra “Om ibek segara”, menyiratkan memutar ke kanan kedua ucapkan mantra “Om ibek danu” dan menyiratkan memutar ke kanan ketiga ucapkan mantra “Om ibek banyu premananing hulun“.Menghaturkan Segehan [Ke Alam Bawah]Langkah 7Setelah selesai metabuh, kita sirat-siratkan kembali tirtha [air suci] sambil kita mengucapkan mantra “Ong Mang Parama-Shiwa amertha ya namah svaha,Om ksama sampurna ya namah svaha,Om siddhirastu tat astu astu svaha”Dengan demikian kita telah memberikan segehan [hidangan makanan] yang ditujukan ke sor. Kita telah melakukan upaya untuk menyomiakan sarwa bhuta [mahluk-mahlukalam bawah], serta sekaligus mengharmoniskan kembali getaran energi negatif di sekitar lingkungan kita. Dengan satu-satunya tujuan, yaitu dengan dasarbelas kasih dan kebaikan, agar semua mahluk bahagia bebas derita. 10 fungsi dan makna Segehan. Tahukah kamu? Para bhuta di nyatakan dalam versi lontar kanda Phat Sari berjumblah 133, sedangkan versi lontar Sundari Siksa berjumblah 1800 bhuta di dunia. Adapun kutipanya berbunyi demikian "pawilangan kala haneng bhuwana kwehnya siyu domas, yan maring umah sĂ©ket pat-pat, lwirnya maring purwa pañca tang kala, ring gnĂ©yan kutus tang kala, ring daksina siya, ring nĂ©riti tatiga, pascima pitu, ring wayabya siki, ring uttara pat-pat, ring Ă©rsanya nem-nem, ring madya kutus, ring lawanging pemesuan siki, ring kiwa tengening pemesuan sama satunggal, pasamodhayanya sĂ©ket pat-pat " Terjemahan " Dalam perhitungan kala di dunia ini banyaknya 1800, sedangkan di lingkungan rumah 54, yaitu di Timur berjumlah lima, di Tenggara delapan, di Selatan sembilan, di Barat tujuh, di Barat Daya tiga, di Barat Laut satu, di Utara empat, di Timur Laut enam, di Tengah delapan, di pintu masuk pekarangan satu, di kiri kanan pintu masuk pekarangan rumah sama juga berjumlah satu, seluhnya adalah lima puluh empat " Sekarang mari kita bahas mengenai segehan ini bersama, apakah makna dan fungsinya. Silahkan simak artikel di bawah ini! 1. Pemberian bukan persembahan. Sering kali umat Hindu disalah artikan sebagai penyembah setan, hantu, jin atau sejenisnya dengan memakai segehan. Di kaji dari arti Segehan sama artinya dengan suguhan atau kata lain memberi sesuatu. Pemberian ini bukan persembahan. Pemberian untuk yang sederajat atau di bawah kita misalnya golongan bhuta, sedangkan persembahan untuk Tuhan, Dewata, Leluhur atau Guru. Tujuan dari pemberian segehan ini untuk keharmonisan. 2. Memberikan perlindungan. Sering kali kita mendengar para Pemangku atau tetua orang Bali mengucap kata saat mesegeh “.....Iki tadah saji nira sega agung iwak ......, ri huwus ta sira amangan tetadahan saji nira, awya ta sira anyengkalen manusan nira ngastithi bhakti maring widhi” yang artinya “Ini bagian/makanan untu mu, berupa segahan agung/besar dengan lauk...., siapakah kamu yang telah selesai makan pemberian makanan ini, tidak boleh atau tidak berhak mencelakakan manusia yang berdoa/mendekatkan diri kepada Tuhan”. Hal ini menyatakan dengan menyertakan segehan dapat menghindarkan diri dari pengaruh mahluk negatif tanpa harus melawan dengan kekerasan. Selain itu dinyatakan orang-orang yang mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi tidak bisa di ganggu dan di celakakan oleh mereka para mahkluk halus yang jahat. 3. Menenangkan jiwa para buta atau sejenisnya. Di kaji dari pujastawa menghaturkan segehan yang salah satunya berbunyi “ Om atma tatwatma suddha mam swaha, swasti swasti sarwa bhuta sukha pradaana ya namah swaha” yang artinya Tuhan sebagai jiwa yang merupakan kebenaran jiwa yang suci, semoga demikian, salam salam semua bhuta berbahagialah dengan pemberian ini, salam hormat, semoga demikian. Dapat kita ambil hikmah atau pengertian di sini, bahwa umat Hindu Bali khususnya sangat menghormati setiap jenis ciptaan Tuhan. Mereka selalu mengusahakan perdamaian dengan setiap mahluk. Para golongan buta di ajak juga untuk saling berbahagia dengan hidangan Segehan. Secara logika jika seseorang merasa senang dan bahagia karena kita, orang tidak akan melakukan kejahatan kepada kita. 4. Pembangkit energi. Jika canang sari dihaturkan diatas atau di pemerajan/pelangkiran maka segehan di tempatkan di bawahnya. Canang sebagai simbol energi akasa atau konsep purusa maka segehan adalah energi prakrti/ibu. Di dalam konsep badan energi prakrti bersifat material dan purusa adalah jiwa pemberi kehidupan. Jadi alasan kenapa menempatkan segehan salah satunya untuk mengaktifkan energi yang bersifat material. Salah satu contoh kita tidak bisa bekerja tanpa badan. 5. Penghubung antar alam/loca. Jika canang sari menghubungkan alam ke atas yakni alam yang lebih tinggi dari alam manusia bvah loca, svah loca, maha loca, jana loca, tapa loca, dan satya loca. Maka segehan menghubungkan ke sapta patala loca tujuh alam Kebawah. Silahkan Baca Juga 12 Keunikan Canang Sari 6. Penyeimbang energi . Ketika energi prakrti/ibu di aktifkan atau energi shakti durga di aktifkan maka melalui pancaran suci beliau akan menyebabkan energi yang bersifat negatif tidak lagi mencelakakan. Di dalam segehan ada 3 bahan dalam pembuatan, yakni bawang merah, jahe, dan garam. Bawang merah sifatnya dingin, jahe sifatnya panas dan garam sifatnya menetralkan. 7. Mempertahankan energi ruang. Di dalam pembagian waktu, umat Hindu membagi waktu menjadi 3 dalam persembahyangan. Tiga waktu ini yakni pagi, siang, dan sore hari. Jika segehan di tempatkan di waktu-waktu itu akan sangat berfungsi mempertahankan energi positif disebuah rumah atau tempat tinggal seseorang. Di pagi hari sampai siang siang hari, siang hari sampai sore hari, dan sore sampai keesokan hari. 8. Bentuk caru setiap hari. Di dalam bahasa sansekerta Caru memiliki arti menyenangkan, kenyamanan, atau harmonis. Hal ini selaras dengan tujuan Segehan yakni pencapaian keharmonisan. Perbedaanya pada skala pembuatan besar dan kecil jenis upacara. Caru di buat berdasarkan kepentingan waktu, misalnya tiga bulan, enam bulan dan seterusnya di sebuah tempat atau rumah. Sedangkan Segehan di buat setiap hari untuk mempertahankan energi positif ruang. 9. Mempengaruhi tiga ruang utama. Kembali mengkaji penempatan Segehan dibagian rumah yang pada intinya ada tiga tempat. Yakni di penataran/pekarangan pemerajan, pekarangan rumah, dan di luar pintu masuk rumah. Sebenarnya apa sih maknaya?, Di halaman pemerajan disebut bhuta bhucari, di halaman rumah di sebut kala bhucari, di luar pekarangan rumah disebut durga bhucari. Di pekarangan pemerajan kita sedang menyelasarkan energi ruang, di halaman rumah kita sedang menyelaraskan energi waktu, dan yang terahir di luar pekarangan menyelaraskan energi runang yang tidak terjangkau. Kenapa demikian? dikaji dari kata yang digunakan bhuta bhucari artinya penghuni ruang, kala bhucari artinya penghuni waktu, durga bhucari artinya penghuni yang jauh/tidak terjangkau. 10. Salah satu ekspresi ilmu tantra. Ilmu tantra adalah ilmu yang unik di kalangan umat Hindu, pada dasarnya umat Hindu di Bali menggunakan pengetahuain ini secara turun temurun. Segehan merupakan salah satu bentuk ekspresinya. Uniknya segela jenis tindakan pembersihan diri ini di ekspresikan dalam bentuk sesajian atau persembahan. Misalnya di dalam segehan agung terdapat anak ayam. Pembunuhan anak ayam ini merupakan simbol pemotongan egoisme. Itulah sepuluh fungsi dan makna dari menempatkan Segehan, demikian artikel ini, semoga sahabat Hindu Dharma dapat mengerti dan terpuaskan dengan artikel sederhana kami. Salam damai buat semuanya. Om shanti, shanti, shanti Om. Oleh Tu Agus Sumber Bacaan Lontar Mpu lutuk, Lontar Kanda pat sari Lontar Sundari siksa Lontar Sundarigama, Veda Sruti, Kamus Bahasa Sansekerta International, Apa sih makna Segehan ? SEGEHAN Wujud banten segehan berupa alas taledan daun pisang, janur, diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti “bawang merah, jahe, garam” dan lain-lainnya. dipergunakan juga api takep dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda + atau swastika, bukan api dupa, disertai beras dan tatabuhan air, tuak, arak serta SegehanSegehan artinya “Suguh” menyuguhkan, dalam hal ini segehan di haturkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu dan juga Ancangan Iringan Para Betara dan Betari, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh negative dari limbah tersebut. Segehan juga dapat dikatakan sebagai lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan palemahan.Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari. Penyajiannya diletakkan di bawah / sudut- sudut natar Merajan / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan. Segehan dan juga Caru banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih. Dalam Susastra Smerti Manavadharmasastra ada disebutkan bahwa setiap kepala keluarga hendaknya melaksanakan upacara Bali suguhan makanan kepada alam dan menghaturkan persembahan di tempat-tempat terjadinya pembunuhan, seperti pada ulekan, pada sapu, pada kompor, pada asahan pisau, pada talenan. Postingan populer dari blog ini PERBEDAAN PANDITA DAN PINANDITA Pandita dan Pinandita secara umum dikenal dengan nama orang suci, Yaitu seseorang yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan upacara baik dalam skala besar maupun skala kecil.. Orang suci juga dapat diartikan sebagai orang yang mampu menerima getaran-getaran gaib, memiliki mata batin dan dapat memancarkan kewibawaan rohani, serta dapat mewujudkan ketenangan dan penuh welas asih yang di sertai kemurnian lahir dan batin dalam mengamalkan ajaran agama. Apa yang membedakan Pandita dan Pinandita??? Pengertian Pandita Pandita adalah golongan orang suci yang telah dwijati yaitu orang suci yang melakukan penyucian diri tahap lanjut atau madiksa. Orang yang telah melaksanakan proses madiksa disebut orang yang lahir dua kali. Kelahiran yang pertama dari kandungan ibu, sedangkan kelahiran kedua dari kaki seorang guru rohani Dang Acarya atau Nabe dan Setelah melakukan proses madiksa, orang suci tersebut diberi gelar Sulinggih atau Pandita.. Pandita TETIMPUG Tetimpug merupakan sarana yang juga dipergunakan dalam upacara Makala-kalaan. Tetimpugan erat kaitannya dengan Bhatara Brahma yang disimbolkan sebagai api. “Sarana yang digunakan untuk memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma dalam upacara yadnya umumnya disimbolkan dengan bambu tiga batang yang dibakar dengan api danyuh kelapa. Dalam upacara pawiwahan adat Hindu ada tiga buah bambu yang dibakar hingga meletup yang disebut Tetimpugan yang erat kaitannya dengan Bhatara Brahma yang disimbolkan untuk memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma. Dimana tiga buah bambu mentah yang masih ada ruasnya diberi minyak kelapa kemudian diberi sasap yang terbuat dari janur kemudian dibakar hingga terdengar bunyi letusan tiga kali. Membunyikan Tetimpugan justru merupakan saat yang ditunggu – tunggu. Konon, katanya jika Tetimpugan itu berbunyi lebih dari tiga kali, maka pasangan tersebut akan dikaruniai banyak anak. Jika kurang dari tiga kali letupan, kono SAMPIAN PERAS Sampian peras; terbuat dari empat potong janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya, merupakan lambang dari kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma. Sampian peras termasuk sampian metangga memiliki sisiknya 8 dibawah dan diatas memakai reringgitan, Sedangkan yg dibawahnya memakai seriuk, diantara bidang bawah dan bidang atas memiliki tangga terdiri dari 4 buah lidi,dengan isernya purwa daksina arah jarum jam, dengan demikian sampian peras memiliki makna sebagai berikut, memiliki sisiknya 8 sebagai simbol 8 kemaha kemuliaan hyang widhi astaaiswarya, memiliki iseh kekanan mengandung simbol tujuan menuju alam suniaamerta, memiliki 4 tangkai lidi sebagai tangganya adalah merupakan simbol kekuatan ajaran catur yoga,dalam arti untuk mencari alam suniaamerta, sesungguhnya dengan cara menyatukan pelaksanaan arti ajaran catur yoga yaitu -ajaran BALIPUSTAKANEWS – Bagi kalian yang umat Hindu atau yang beragama Hindu pasti sudah tidak asing lagi dengan banten yang satu ini bukan, yep Banten Segehan. Banten Segehan adalah salah satu Banten Upakara Tingkat Rendah atau Sederhana dari upacara Bhuta Segehan berasal dari kata “Sega” yang berarti nasi atau dalam bahasa Jawa disebut Sego, oleh karena itu Banten Segehan ini berisikan nasi dalam berbagai bentuk lengkap dengan lauk nasinya ada berbentuk nasi cacahan nasi tanpa diapa-apakan, kepelan nasi dikepal, tumpeng nasi dibuat kerucut kecil-kecil atau dananan. Wujud banten segehan berupa ganjal taledan daun pisang, janur, diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti “bawang merah, jahe, garam” dan lain-lainnya. dipergunakan juga api takep dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda + atau swastika, bukan api dupa, disertai beras dan tatabuhan air, tuak, arak serta berem. Makna Banten Segehan Segehan artinya “Suguh” menyuguhkan, dalam hal ini segehan di haturkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu dan juga Ancangan Iringan Para Betara dan Betari, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan insan dalam kala waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan mampu menetralisir dan menghilangkan dampak negative dari limbah tersebut. Segehan juga mampu dikatakan sebagai lambang harmonisnya kekerabatan manusia dengan semua ciptaan Tuhan palemahan. Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari. Penyajiannya diletakkan di bawah atau sudut- sudut natar Merajan / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan. Segehan dan juga Caru banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih. Dalam Susastra Smerti Manavadharmasastra ada disebutkan bahwa setiap kepala keluarga hendaknya melaksanakan upacara Bali suguhan makanan kepada alam dan menghaturkan persembahan di kawasan-tempat terjadinya pembunuhan, seperti pada ulekan, pada sapu, pada kompor, pada asahan pisau, pada talenan.

jenis jenis segehan dan maknanya